Sabtu, 28 November 2015

Konflik Antar Suku di Indonesia


TUGAS ILMU SOSIAL DASAR
KONFLIK ANTAR SUKU DI INDONESIA












                                  


DISUSUN OLEH :
AKMAL ZAHID
10315437
1TA07



Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
2015






PRAKATA


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Konflik Antar Suku di Indonesia ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak Emilianshah Banowo selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai konflik antar suku yang sering terjadi di indonesia yang merupakan akibat dari prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh





Depok, 27 November 2015
Penyusun


Akmal Zahid







BAB I
PENDAHULUAN


 1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar Indonesia memiliki banyak RAS, suku dan budaya beragam. Menurut badan riset, data suku-suku yang ada di Indonesia mencapai kurang lebihnya lebih dari 300 kelompok suku atau etnik. Namun dikarenakan banyaknya suku yang berbeda dengan budaya yang berbeda pula, seringkali terjadi konflik yang melibatkan konflik anatar suku yang menjadi suatu perstiwa yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Konflik merupakan hal atau masalah yang lazim atau biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Dimana lagi-lagi perbedaan menjadi latar belakang yang mendasar dalam setiap konflik perang antar suku di Indonesia. Peperangan antar suku akhir-akhir ini menjadi bahan pekerjaan pemerintah untuk menetralisir kekisruhan yang sering terjadi khususnya peperangan antar suku. Konflik tersebut terjadi karena saking beragam nya suku-suku di Indonesia dan berawal dari banyaknya suku-suku yang ada tersebut konflik-konflik pembeda atau masalah budaya yang berbeda dan variatif mulai bermunculan.
Salah satu contoh dari konflik yang sempat menarik perhatian adalah perang suku antara suku Dayak dan Madura. Peperangan antara Suku Dayak dan Madura menimbulkan sebuah pergeseran moral tentang bagaimana seharusnya saling menghargai perbedaan. Nyawa bukan lagi menjadi hal yang mahal saat itu. Pemenggalan terhadap kepala manusia saat itu seolah menjadi bukti bahwa kebencian telah benar-benar mengerikan. Penyebab terjadinya perang kedua suku ini yaitu karena perbedaan budaya antara Suku Dayak dan Suku Madura, perilaku yang tidak menyenangkan, pinjam meminjam tanah dan ikrar perdamaian yang dilanggar. Kejadian ini memang telah lama berlalu. Tapi konflik tersebut bagaimanapun akan tetap meninggalkan kesan mengerikan yang mendalam bagi masyarakat kedua suku tersebut.
Setiap suku tentu memiliki budaya, adat-istiadat dan kebiasaan tertentu yang beragam. Keanekaragaman tersebut tentu memabawa dampak dan kosekuensi sosial yang beragam pula. Jika hal ini tidak dapat disikapi dengan baik maka perbedaan tersebut justru akan terus manjadi faktor utama penyebab terjadi perang antar suku.Setiap suku akan menginterpretasikan budaya yang mereka miliki dalam lingkungannya sehingga terciptalah stereotip yang dapat mengakibatkan lestarinya perbedaan. Penonjolan strereotip suatu suku amat berbahaya. Namun faktanya, stereotip dan stigma buruk itu tetap hidup. Bahkan, tanpa disadari kian meluas. Bahaya karena hal ini dapat menimbulkan pepecahan perang antar suku pun menjadi hal yang tak bisa dihindarkan.
Stereotip orang Madura dalam pengetahuan orang Indonesia kadang identik dengan watak yang kasar dank keras. Sering menyelesaikan masalah dengan carok, mengakhiri sengketa dengan cara duel maut yang berunjung kematian. Penyebabnya adalah dendam atau pembalasan pihak keluarga dan kerabat yang terluka hingga tewas. Walaupun stereotip itu keliru dan berbahaya, hal tersebut seakan melekat dalam benak keindonesiaan kita. Itulah yang sering memicu terjadinya kerusuhan etnis atau suku di Indonesia bahkan berkembang menjadi perang antar suku.
Konflik sering terjadi di kalangan masyarakat karena manusia makhluk sosial dan memiliki beragam pemikiran dan cara masing-masing untuk bersosialisasi. Konflik tersebut biasanya terjadi karena hal sepele seperti prasangka negatif tapi berhubung menyangkut RAS atau budaya maka rasa simpati antar sesama budaya yang membuat peperangan tersebut menjadi bukan hal yang sepele lagi bahkan hingga terjadinya perang antar suku. Oleh karena itu saya memuat makalah dengan mengangkat judul Konflik Antar Suku di Indonesia yang merupakan wujud dari prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme.

1.2              Ruang Lingkup Penelitian

Makalah ini akan membahas konflik antar suku di indonesia yang merupakan wujud dari prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme yang masih sangat melekat dalam budaya di indonesia. Selain itu makalah ini akan membasa penyebab-penyebab lain yang menimbulkan konflik anatar suku di indonesia serta contoh konflik antar suku yang ada atau pernah terjadi di indonesia

1.3              Manfaat dan Tujuan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan tetang konflik antar suku yang terjadi di indonesia juga faktor penyebab terjadi konflik antar suku tersebut.
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menyadarkan masyarakat pentingnya untuk tidak berburuk sangka, mendiskriminasi ataupun terlalu etnosentris yang menjadi penyebab utama terjadinya konflik antar suku di indonesia.
  






BAB II

ISI


2.1       Landasan Teori
           
A.    Pengertian Konflik

Secara umum pengertian Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.
Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain.
Menurut Alabaness, Pengertian Konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya.

B.     Pengertian Suku

Menurut Ensiklopedi Indonesia Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.

C.    Pengertian Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang di khatulistiwa sepanjang 3200 mil (5.120 km2) dan terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil. Nama Indonesia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Indo yang berarti Indoa dan Nesia yang berarti kepulauan.


D.    Pengertian Konflik Antar Suku di Indonesia
      masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara yang dilakukan oleh antar berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang terjadi di Indonesia

2.2       Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Antar Suku
Suatu konflik khususnya yang terjadi antar suku umumnya didasari oleh tiga hal yaitu prasangka, diskriminasi, dan etnosentrisme. Tiga hal ini menjadi faktor utama yang melatar belakangi terjadinya koflik antar suku yang berujung kepada perang antar suku. Prasangka yang buruk terhadap suku lain menjadi sangat umum di indonesia hal tersebut dilatarbelakangi sikap etnosentrisme suatu suku. Sikap ini menimbulkan prasangka terhadap suku lain sehingga terjadinya diskriminasi sosial. Diskriminasi sosial yang berkelanjutan inilah yang dapat menimbulkan konflik  yang berujung kepada perang antar suku.Selain disebabkan oleh ketiga hal itu beberapa ahli juga memaparkan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar suku.
Faturochman menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya konflik etnis terjadi disebuah tempat. Enam hal tersebut antara lain yakni:
1)      Kepentingan yang sama diantara beberapa pihak
2)      Perebutan sumber daya
3)      Sumber daya yang terbatas
4)      Kategori atau identitas yang berbeda
5)      Prasangka atau diskriminasi
6)      Ketidakjelasan aturan (ketidakadilan).
Konflik antar etnis yang terjadi dapat dikatakan karena kepentingan beberapa oknum atau pihak yang memang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut. Etnis etnis yang saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya manusia yang terbatas. Dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang rendah. Seharusnya dari masing masing kepala daerah yang ada di wilayah konflik tersebut harus tegas membuat atau merealisikan kebijkan ketika terjadi sebuah konflik antar etnis.
 Dalam konteks Indonesia sendiri, kita kerap kali mendengar terjadinya konflik antar etnis. Sebenarnya akar dari konflik ini adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik tersebut. Sementara itu, Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri dari tiga sebab utama,yaitu:
1)      Konflik muncul karena ada benturan budaya
2)      Karena masalah ekonomi politik
3)      Karena kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial.
Menurutnya konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk perlawanan terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas sosial, dalam hal ini etnik dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme yang kaku, dimana seseorang tidak mampu keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.

Sikap etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan.Sebagai tambahan, pengidentifikasian kuat seseorang terhadap kelompok cenderung akan menyebabkan seseorang lebih berprasangka, yang akan menjadi konflik.
Berdasarkan tulisan dari Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar terjadi di wilayah Afrika, Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa negara-negara Eropa Barat serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis yang terjadi di dunia ini.. Asia dan Afrika adalah dua benua yang memiliki sejarah peradaban tertua di dunia. dan secara tidak sengaja, kedua benua ini memiliki berbagai macam etnis,ras, ataupun suku bangsa. Tentu saja hal ini tidak dapat ditemui di benua Amerika yang merupakan “peradaban baru” bentukan Eropa. Peradaban-peradaban ini sejak dahulu selalu terlibat perang suku. Celakanya, perang antar suku dan ras yang terjadi ini menyimpan dendam diantara semua pihak yang bertikai dan masih terbawa hingga kini.
Dengan demikian, Wolff menyimpulkan bahwa “ethnic conflicts are based on ancient hatreds between groups fighting in them and that”. Sebagian kecil konflik yang terjadi adalah akibat isu kontemporer politik ataupun agama.


2.3       Konflik Antar Suku di Indonesia   
A.    Konflik Lampung
Lampung merupakan daerah tujuan transmigrasi besar-besaran. Pada zaman belanda, banyak sekali suku jawa yang dipindahkan ke lampung sehingga saat ini kita dapat menemukan daerah yang menggunakan bahasa jawa. Masyarakat lampung hanya sedikit namun masyarakat jawa, bali, sumatera utara, padang, palembang, bugis hingga keturunan cina dan arab banyak yang menetap disana.
Dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik – konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini, maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut yang sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling banyak. Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh penduduknya berisi orang bali. Di tempat tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di bali.
Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.
Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :
1)      Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.
2)      29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam.
3)      September 2011 : Jawa vs Lampung
4)      Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung
5)      Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.
Dari konflik – konflik kecil timbulah dendam diantara para suku – suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali tidak mau bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.
Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.
B.     Konflik Sampit
Kerusuhan yang terjadi di sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang terjadi oleh suku Madura yang sejak berdirinya Kalimantan Tengah telah melakukan lebih dari 13 kali kerusuhan besar dan banyak sekali kerusuhan tersebut yang mengakibatkan korban dari pihak Dayak. Sangat banyak kasus-kasus yang telah memicu pertikaian antara kedua suku ini,yaitu :

1)      Pada tahun 1972, seorang gadis Dayak diperkosa. Kasus tersebut hanya diselesaikan dengan hukum adat.
2)       Tahun 1982 terjadi pembunuhan seorang Dayak oleh suku Madura, pelaku tidak tertangkap karena kemungkinan pembunuh kembali ke pulau Madura.
3)      Tahun 1983, pengeroyokan satu orang dayak oleh tiga puluh orang Madura, diadakan perdamaian antara kepala suku Dayak dan Madura.
4)      Tahun 1996, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan dibunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura, ternyata hukumannya ringan.
5)      Tahun 1997, di desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40,dengan skor orang Madura mati semua. Padahal orang Dayak pada saat itu hanya ingin mempertahankan diri dari orang Madura yang jumlahnya sangat banyak. Kasus ini ditutup dengan hukuman berat bagi orang Dayak.
6)       Tahun 1997, anak laki-laki suku Dayak yang bernama Waldi tewas dibunuh oleh orang Madura yang berjualan sate di daerah itu. Waldi tewas secara mengenaskan dengan lebih dari tiga puluh tusukan di badannya.
7)      Tahun 1998, terjadi lagi pengeroyokan orang Dayak oleh 4 orang Madura. Orang Dayak itu tewas. Kasus ini tidak terselesaikan karena pengeroyok tidak dapat ditemukan karena kemungkinan telah kembali ke asalnya.
8)      Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya, namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
9)      Tahun 1999, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
10)  Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
11)  Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas, mereka membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.
12)  Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.
13)  Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
14)  Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
15)    Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
16)  Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Kelanjutan peristiwa kerusuhan tersebut (25 Februari 2001) adalah terjadinya peristiwa Sampit yang mencekam.

Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum. Etnis madura yang juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh orang Madura.  Orang Dayak merasa sangat tersudut ditanahnya sendiri. Mereka seolah tidak dilindungi dari pihak hukum. Sementara orang Madura semakin merasa diatas angin di kota Sampit. Seakan mereka tidak peduli akan perasaan warga lokal disana. Situsi semakin hari semakin panas. Orang Madura mempunyai keinginan untuk menjadikan kota Sampit sebagai kota Sampang ke-2. Mereka melupakan pepatah di tanah Borneo tersebut yaitu, ''dimana tanah dipijak,disitu langit dijunjung''.
Pada tanggal 18 februari 2002 di sebuah pasar di kota Sampit,seorang ibu yang sedang hamil dibunuh dengan kejam. Perutnya dibelah dan janin dalam perut ibu tersebut dikeluarkan lalu dibuang. Darah dari seorang ibu dan janinnya tadi dijadikan tinta untuk menulis di sebuah spanduk besar yang bertuliskan, ''Sampit sebagai Sampang kedua''. Kejadian ini memang sepertinya telah direncanakan oleh pihak Madura.Mereka juga berkeliling kota Sampit sambil meneriakkan ''Matilah kau Dayak''. 
Bom molotof pun berjatuhan di rumah-rumah orang Dayak. Tidak sedikit juga mereka membakar rumah orang Dayak. Orang Dayak menjadi takut dan mereka berlari masuk ke dalam hutan. Kepala suku mereka telah sangat murka dan memberi ultimatum kepada orang bahwa apabila dalam 3 hari mereka tidak keluar dari Sampit, maka Dayak akan memerangi warga Madura. Sudah sangat banyak pengungsi dari pihak Madura dan Dayak. Lebih dari 10.000 pengungsi telah diungsikan ke Surabaya dan ke Palangkaraya. Ultimatum tadipun tidak dihiraukan oleh warga Madura sehingga terjadilah perang etnis disana.
Suku Dayak berhasil mengambil kembali rumahnya yang hampir diambil oleh suku lain.Banyak rumah yang terbakar, toko-toko milik kedua etnis tadi lenyap serta kurang lebih 500 korban tewas. Tidak ada yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dalam kata lain perang hanya meninggalkan tangis dan air mata, dan juga kenangan yang sangat menyakitkan.



C.    Konflik Papua

Perang dan pertikaian yang terjadi di Indonesia ternyata tidak hanya melibatkan suku asli dan pendatang. Namun kelompok yang berbeda di suatu daerah pun bisa memicu adanya pertikaian yang mengorbankan nyawa.
Pada 30 mei 2013, terjadi konflik yang melibatkan suku atas pegunugan dan suku bawah pantai. Hal ini dipicu oleh aksi pembakaran honai rumah adat papua milik kelompok bawah yang dilakukan oleh kelompok atas. Hal yang dianggap kecil ini dapat membuat 6 orang tewas dan 21 lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat terkena panah.

D.    Konflik Poso

Poso adalah sebuah kabupaten yang terdapat di Sulawesi Tengah. Kalau dilihat dari keberagaman penduduk, Poso tergolong daerah yang cukup majemuk, selain terdapat suku asli yang mendiami Poso, suku-suku pendatang pun banyak berdomisili di Poso, seperti dari Jawa, batak, bugis dan sebagainya.
Suku asli di Poso, serupa dengan daerah-daerah disekitarnya;Morowali dan Tojo Una Una, adalah orang-orang Toraja. Menurut Albert Kruyt terdapat tiga kelompok besar toraja yang menetap di Poso. Pertama, Toraja Barat atau sering disebut dengan Toraja Pargi-Kaili. Kedua adalah toraja Timur atau Toraja Poso-Tojo, dan ketiga adalah Toraja Selatan yang disebut juga denga Toraja Sa’dan. Kelompok pertama berdomisili di Sulawesi Tengah, sedangkan untuk kelompok ketiga berada di Sulawesi Selatan. Untuk wilayah poso sendiri, dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah Poso tojo yang berbahasa Bare’e dan kedua adalah Toraja Parigi-kaili. Namun untuk kelompok pertama tidak mempunyai kesamaan bahasa seperti halnya kelompok pertama.
Kalau dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam dan Kristen.  Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.
Keberagaman ini lah yang menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi pelbagai kerusuhan yang terjadi di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya, ataupun kerusuhan yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat kerusuhan Poso tahun 1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjai kendaraan dan alasan tendesius untuk kepentingan masing-masing.
Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku. Untuk seterusnya agama dijadikan tedeng aling-aling pada setiap konflik yang terjadi di Poso. Perseturuan kecil, semacam perkelahian antar persona pun bisa menjadi pemicu kerusuhan yang ada di sana. Semisal, ada dua pemuda terlibat perkelahian. Yang satu beragama islam dan yang satunya lagi beragama Kristen. Karena salah satu pihak mengalami kekalahan, maka ada perasaan tidak terima diantara keduanya. Setelah itu salah satu, atau bahkan keduanya, melaporkan masalah tersebut ke kelompok masing-masing, dan timbullah kerusuhan yang melibatkan banyak orang dan bahkan kelompok.
Sebelum meletus konflik Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik lanjutan, sebenarnya Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan (Muslim dan Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995. Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo (seorang mantan Muslim, yang menjadi anak bupati Poso, Soewandi yang juga mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut Muhammad nabinya orang Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari 1995 terjadi akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejooleh sekelompok pemuda Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda Islam asal Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa Mandale. Kerusuhan-kerusuhan ”kecil” tersebut kala itu diredam oleh aparat keamanan Orde Baru, sehingga tak sampai melebar apalagi berlarut-larut.
Memang, setelah peristiwa 1992 dan 1995, masyarakat kembali hidup secara wajar. Namun seiring dengan runtuhnya Orde Baru, lengkap dengan lemahnya peran ”aparat keamanan” yang sedang digugat disemua lini melalui berbagai isu, kerusuhan Poso kembali meletus, bahkan terjadi secara beruntun dan bersifat lebih masif. Awal kerusuhan terjadi Desember 1998, konflik kedua terjadi April 2000, tidak lama setelah kerusuhan tahap dua terjadi lagi kerusuhan ketiga di bulan Mei-Juni 2000. konflik masih terus berlanjut dengan terjadinya kerusuhan keempat pada Juli 2001; dan kelima pada November 2001. Peristiwa-peristiwa tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain. Konflik Poso telah memakan korban ribuan jiwa serta meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut, ternyata hanya disulut dari persoalan-persoalan sepele berupa perkelahian antarpemuda.


2.4       Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis
Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi konkritnya. Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis yang ada di sebuah Negara. Pertama, melalui Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya final dan mengikat. Contoh adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini adalah cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator. Ketiga, Rokosialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.
Adapun cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:
1)      Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi

Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari kondisi yang “Fight” harus diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu, masyarakat terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali ilmu Management Konflik setidak-tidaknya untuk tingkat dasar.

2)      Merubah Sistem Pemahaman Agama

Konflik yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan secara berlebihan.
Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan yang lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil. Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses.
Orang yang sukses seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.

3)      Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.

Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura hura. Hal ini sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur.

4)       Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis.

Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa mereka adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang lainya.
Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi bersikap sombong dan exlusive karena merasa memiliki kelebihan etnisnya. Untuk membangun kebersamaan yang setara, bersaudara dan merdeka mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu masyarakat. Dengan demikian semua pihak akan mendapatkan manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan tambahan pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial.
Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan semakin tumbuh rasa persahabatan yang semakin kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh dengan sesama dalam hubungan sosial tersebut







BAB III
PENUTUP


3.1       Simpulan
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Kalau konflik etnis itu terjadi terus terusan dalam sebuah Negara, maka Negara tersebut dapat dikatakan tidak bisa menciptakan ketentraman dan keamanan dalam negerinya. Maka dari itu masalah konflik etnis perlu diselesaikan secara cepat oleh pemerintah. Karena selain Negara yang mengalami kerugian, masyarakat sekitar daerah konflik tersebut pun akan mengalami kerugian pula
 Faktor faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik etnis seperti, kepentingan yang sama diantara beberapa pihak, perebutan sumber daya, sumber daya yang terbatas, kategori atau identitas yang berbeda, prasangka atau diskriminasi harus diselesaikan secara demokratik.
Cara-cara seperti rekonsialisasi dan mediasi harus dikedepankan. Penyelesaian konflik tanpa kekerasan inilah yang harus dilakukan, agar tidak jatuh banyak korban. Kalau masalah konflik antar etnis telah bisa diselesaikan dengan baik, Negara dan masyarakatnya akan hidup tenang, tentram, dan aman. Saling menganggap bahwa satu sama lain yang ada didalam Negara adalah saudara akan membuat

3.2  Saran

1)      Semoga dengan adanya makalah ini masyarakat menjadi sadar akan masalah yang dihadapi. Tidak lagi menjadikan prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme sebagai api penyulut konflik yang ada. Semoga kita menjadi lebih dewasa dalam bertindak apalagi menyangkut masalah suku ras dan agama.

2)       Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.








DAFTAR PUSTAKA


Pandu Wibowo. Konflik antar etnis penyebab dan solusi. Kompasiana. 28 Juni 2014 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari :http://www.kompasiana.com/pandu_wibowo/konflik-antar-etnis-penyebab-dan-solusi_54f6d84fa33311ea608b4a5e
Febrio Valentino.Perang Sampit. Kupasiana. Mei 2013 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/05/perang-sampit_2.html
Anhar Wahyu. Perang Suku di Lampung Sebuah Dendam Lama. Personal Website News. 30 Oktober 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://www.lintasberita.web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/
Saatnya yang muda. Sejarah Konflik Poso. Saatnya yang Muda. 28 Januari 2009[dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : https://saatnyayangmuda.wordpress.com/2009/01/28/sejarah-konflik-poso/
Anne Ahira. Berbagai kasus perang antarsuku di Indonesia dan penyelesaiannya.Tak tau. Tau untuk berbagi anneahira untuk Indonesia. 28 Juni 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://www.anneahira.com/perang-antarsuku-di-indonesia.htm
Ali. Pengertian konflik, macam-macam konflik dan faktor-faktor konflik. Kumpulan Pengertian Menurut Para Pakar. Maret 2015 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html#_
Lepank. Pengertian Etnis atau Suku. Kamus Pengertian Arti Definisi Menurut Para Ahli Terlengkap. Agustus 2012 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-etnis-atau-suku.html

Albion Bengkirai. Konflik Antar Suku di Indonesia. This WordPress.com site is the bee's knees.20 Juni 2014 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : https://albionbengkirai.wordpress.com/2014/06/20/konflik-antar-suku-di-indonesia-tugas-ibd-4/

Bagianku. Inilah pengertian dan definisi Indonesia menurut Para Ahli.Blog network. 28 Desember 2013 [dikutip 27 November 2015]. Tersedia dari : http://bagian-ku.blogspot.co.id/2013/12/inilah-pengertian-dan-definisi.html


4 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus