Minggu, 28 Oktober 2018

Aspek Hukum dalam Pembangunan Part 1





 MAKALAH I
Aspek Hukum dalam Pembangunan



1.             Aspek Hukum dalam Pembangunan
Aspek Hukum menurut A.V.Atkinson (1985), digambarkan sebagai aturan  yang diberi hak dan dikuatkan oleh suatu masyarakat dari aturan biasa atau ditetapkan oleh suatu masyarakat sebagai hal yang mengikat Aspek Hukum dan Kelembagaan menurut Robert J. Kodoatie, Ph.D (2003) merupakan aspek yang penting untuk mengetahui sebuah proses hukum dan dasar legalitas dari berlakunya sebuah peraturan perundang - undangan serta kelembagaan yang dibutuhkan.  Aspek hukum memberikan justifikasi dari suatu proses pembangunan. Proses hukum dapat berjalan dengan baik bilamana hukum memberikan rasa keadilan pada pihak – pihak yang terkait.  Aspek hukum kontrak menurut Ir.M Natsir.,Msc (2003) dalam hukum perjanjian berlaku azas-azas sebagai berikut:
·                Azas Kebebasan Berkontrak atau Keterbukaan.
·                Azas, bahwa Perjanjian adalah Undang-Undang bagi yang membuat perjanjian.
·                Azas Konsensualitas.
Ini berarti bahwa setiap konstruksi yang akan didirikan dan dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Dengan demikian berarti Aspek hukum adalah sudut pandang dari segi hukum, dimana Hukum, dibagi dalam dua bagian utama yaitu hukum perdata dan hukum pidana sedangkan bagi jasa konstruksi ada undang- undang Jasa Konstruksi dan Keppres yang juga menjadi acuan hukum bagi pemilik proyek (owner), Konsultan, kontraktor termasuk sub kontraktor dan suplyer. Dalam  perjanjian pemborongan dimungkinkan bahwa kontraktor Utama menyerahkan sub pekerjaan kepada kontraktor lain yang merupakan sub kontraktor dengan perjanjian khusus antara  kontraktor utama  dengan sub konraktornya.  Sub kontraktor menurut pengertiannya adalah kontraktor yang menerima pekerjaan  pemborongan dari kontraktor lain yang lebih bonafid.
Menurut A.V.Atkinson, 1985, Sub kontraktor dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: Sub kontraktor Nominated dan Domestic atau sub kontraktor pilihan dan sub kontraktor Langganan. Sub kontraktor pilihan adalah yang didapatkan dengan pemilihan berdasarkan seleksi penawaran harga yang paling menguntungkan main kontraktor ataupun yang paling baik dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang akan diberikan kepadanya karena tenaga yang selalu dipakainya adalah tenagatenaga pilihan. Sub kontraktor Langganan adalah sub kontraktor yang selalu membantu penyelesaian pekerjaan main kontraktor dan biasa diberi sub pekerjaan dan selalu bertanggung jawab dengan hasil yang memuaskan main kontraktornya. Dalam praktek pemborongan bangunan banyak terjadi adanya sub kontraktor - sub kontraktor tersebut yang nampaknya sangat dibutuhkan oleh pemborong besar untuk dapat membantu menyelesaikan pekerjaan pemborongan tersebut menurut bagian- bagian atau bidang- bidang yang telah dibagibagi untuk dikerjakan.  Berdasarkan peraturan pemborongan bangunan yang ada sekarang juga  dimungkinkan adanya sub kontraktor dalam pekerjaan pemborongan bangunan.  Hal tersebut nampak dalam UUJK Nomor 18 tahun 1999 pasal 24 mengenai adanya sub penyedia jasa konstruksi yaitu untuk pekerjaan yang bernilai besar dapat dilaksanakan oleh pemborong ekonomi kuat dengan kemungkinan adanya subkontraktor dari  golongan ekonomi lemah.

1.1         Hukum dan Perundang-undangan
Pada prinsipnya penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah mengacu pada beberapa produk perundang-undangan sebagai berikut:
1)        Undang-Undang Nomor 1 7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2)        Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan Pembangunan Nasional.
3)        Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah.
4)        Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja Pemerintah.
5)        Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
6)        Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah
7)        Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Permendagri 59/2007.
8)        Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah.

Di dalam kontrak kerja konstruksi terdapat beberapa substansi kontrak menurut Pasal 22 ayat (2), UU No. 18 Tahun 1999, yakni:
1)        Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;
2)        Rumusan   pekerjaan,   yang   memuat   uraian   yang   jelas   dan   rinci   tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;
3)        Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
4)        Tenaga   ahli,   yang   memuat   ketentuan   tentang   jumlah,   klasifikasi   dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;
5)        Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;
6)        Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;
7)        Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
8)        Penyelesaian   perselisihan,   yang   memuat   ketentuan   tentang   tata   cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
9)        Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan   kontrak   kerja   konstruksi   yang   timbul   akibat   tidak   dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

Perencanaan pembangunan berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 terdiri dari empat (4) tahapan, yakni:
1)        Penyusunan rencana
Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari empat langkah yaitu penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh dan terukur, masing-masing institusi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan, melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan dan yang terakhir adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2)        Penetapan rencana
Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana pembangunan yang dihasilkan pada tahap penyusunan rencana.
3)        Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
4)        Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indicator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indicator dan  sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

1.2         Permasalahan Pembangunan
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sering timbul permasalah sengketa maupun kegagalan bangunan. Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidakdilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian   pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidakmampuan baik teknis maupun manajerial daripara pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyatatidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksitimbul karena salah satu pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).
Sengketa jasa konstruksi terdiri dari 3 (tiga) bagian: (1) sengketa precontractual yaitusengketa yang terjadi sebelum adanya kesepakatan kontraktual, dan dalam tahap proses tawarmenawar; (2) sengketa contractual yaitu sengketa yang terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi; dan (3) sengketa pascacontractual yaitu sengketa yang terjadi setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 (sepuluh) tahun. Sengketa contractual terjadi pada saat pekerjaan pelaksanaan sedang berlangsung. Artinya tahapan kontraktual sudah selesai, disepakati, ditandatangani, dan dilaksanakan di lapangan. Sengketaterjadi manakala apa yang tertera dalam kontrak tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan dilapangan. Dalam istilah umum sering orang mengatakan bahwa pelaksanaan proyek dilapangan tidak sesuai dengan bestek, baik bertek tertulis (kontrak kerja) dan atau bestek gambar (lampiran-lampiran kontrak), ditambah perintah-perintah direksi/pengawas proyek (manakala bestek tertulis dan bestek gambar masih ada yang belum lengkap).
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 mengatur mengenai sanksi pidana bagipelaku jasa konstruksi, khususnya Pasal 41 dan Pasal 43 ayat (1), (2), dan (3). Tujuan undang-undang   ini adalah untuk melindungi masyarakat yang menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa. Pada pinsipnya barang siapa yangmerencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhipersyaratan   keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (pada saat berlangsungnya pekerjaan konstruksi) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan beroperasi), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. Selain sanksi pidana, para profesional (tenaga ahli) teknik juga akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2000 Pasal 31, 32, dan 33 juncto PPNomor 30 Tahun 2000 Pasal 6 ayat (4). Sanksi pidana dirasakan perlu mengingat bahwasanksi lain seperti sanksi administrasi bagi pelanggaran norma-norma hukum Tata Negara danTata Usaha Negara, dan sanksi perdata bagi pelanggaran norma-norma hukum perdata belum mencukupi untuk mencapai Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi tujuan hukum,yaitu rasa keadilan.

1.3         Bentuk Kontrak
Bentuk dan jenis kontrak yang dilihat dari segi aspek pembagian tugas dibagi menjadi 6, yaitu sebagai berikut:
a.         Bentuk kontrak konvensional

Gambar 1.1 Bagan Organisasi Penyedia Jasa Umum

Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa untuk melaksanakan salah satu aspek pembangunan saja. Setiap aspek satu Penyedia Jasa dimana perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dilakukan Penyedia Jasa yang berbeda. Oleh karena itu pengawas pekerjaan secara khusus diperlukan untuk mengawasi pekerjaan Penyedia Jasa. Jadi terdapat 3 kontrak terpisah, yaitu:
·               Kontrak Perencanaan
·               Kontrak Pengawasan
·               Kontrak Pelaksanaan

b.         Bentuk kontrak spesialis

Gambar 1.2 Bagan Organisasi Penyedia Jasa Spesialis
Penggunan jasa menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan spesialis untuk masing-masing keahlian. Keuntungan dari kontrak ini adalah:
·               Mutu pekerjaan lebih handal
·               Penghematan waktu
·               Keleluasaan dan kemudahan mengganti penyedia jasa

c.         Bentuk kontrak rancang bangun (design construction/built, turn-key)

Gambar 1.3 Bagan Organisasi Rancang Bangun

Dalam bentuk kontrak ini, penyedia jasa bertugas membuat perencanaan yang lengkap dan melaksanakannya dalam suatu kontrak konstruksi. Perbedaan antara design construction/built, dan  turn-key adalah dari sistem pembayarannya, dimana pada design construction/built pembayaran secara term sesuai pekerjaan. Sedangkan key-turnpembayarannya sekaligus setelah pekerjaan selesai.

d.        Bentuk kontrak engineering, procurement dan construction (EPC)
Proses mulai dari perencanaan, pengadaan dan peralatan dan pemasangan/ pengerjaan menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Pengguna jasa hanya memberikan TOR atau pokok-pokok acuan tugas. Kontrak ini biasa dipakai untuk pembayaran pekerjaan-pekerjaan dalam industry.
e.         Bentuk kontrak BOT/BLT
Investor membangun pada lahan pemilik (Build). Investor mengelola selama kurun waktu tertentu (Operate). Setelah masa pengoperasian selesai fasilitas tersebut dikembalikan kepada pemilik (Transfer).
f.          Bentuk swakelola (force account)
Suatu tindakan pemilik proyek yang melibatkan diri dan bertanggung jawab secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut.

2.             Prioritas Pembangunan Nasional
Pembangunan nasioanal ialah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus merupakan suatu proses pembangunan keseluruhan suatu sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Dalam pengertian lain, pembangunan mewujudkan nasional bisa diartikan sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan nasional bisa diartikan sebagai rangkaian upaya pembangunan yang untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional. Pelaksanaan pembangunan mencakup semua aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka untuk mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju.
Menurut Wikipedia, Pembangunan Nasional Indonesia adalah paradigma pembangunan yang terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedomannya. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tidak dapat dilihat terlepas dari keberhasilan pembangunan di bidang politik Mekanisme dan kelembagaan politik berdasarkan UUD 1945 telah berjalan. Pelaksanan pemilu secara teratur selama Orde Baru juga sudah menunjukkan kemajuan perkembangan demokrasi. Pembangunan di berbagai bidang selama ini memberikan kepercayaan kepada bangsa Indonesia bahwa upaya pembangunan telah ditempuh, seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, menunjukkan keberhasilan. Ini yang ingin dilanjutkan dan akan ditingkatkan dalam era baru pembangunan.
Selain itu pembangunan nasional memiliki hakikat sebagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal ini berarti dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah sebagai berikut:
1)        Ada keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan. Pembangunan adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya manusia untuk pembangunan. Dalam pembangunan dewasa ini dan jangka panjang, unsur manusia, unsur sosial budaya, dan unsur lainnya harus mendapat perhatian yang seimbang.
2)        Pembangunan adalah  merata untuk seluruh masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air.
3)        Subyek dan obyek Pembangunan adalah manusia dan masyarakat Indonesia, sehingga pembangunan harus berkepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia dan masyarakat maju yang tetap berkepribadian Indonesia pula.
4)        Pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.


2.1         Prioritas pembangunan nasional dalam bidang infrastruktur
Pengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Secara teknik, infrastruktur memiliki arti dan definisi sendiri yaitu merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Jadi prioritas pembangunan nasional adalah mengutamakan upaya yang meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus merupakan suatu proses pembangunan fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan yang berguna mewujudkan tujuan nasional.

Komponen Infrastruktur
Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American Public Works Association) adalah:
1)        Sistem penyediaan air: waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas pengolahan air (water treatment).
2)        Sistem pengelolaan air limbah: pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulang.
3)        Fasilitas pengelolaan limbah padat.
4)        Fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi.
5)        Fasilitas lintas air dan navigasi.
6)        Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan fasilitas pengontrol.
7)        Sistem transit public.
8)        Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi.
9)        Fasilitas gas alam.
10)    Gedung publik: sekolah, rumah sakit.
11)    Fasilitas perumahan publik.
12)    Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion.
13)    Komunikasi.

Sedangkan menurut program pembangunan prasarana kota terpadu, komponen-komponen infrastruktur antara lain:
1)        Perencanaan kota
2)        Peremajaan kota
3)        Pembangunan kota baru
4)        Jalan kota
5)        Air minum
6)        Drainase
7)        Air limbah
8)        Persampahan
9)        Pengendalian banjir
10)    Perumahan
11)    Perbaikan kampong
12)    Perbaikan prasarana kawasan pasar
13)    Rumah sewa

Dilihat dari input-output bagi penduduk, komponen-komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu:
1)        Komponen yang memberi input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kategori ini adalah prasarana air minum dan listrik.
2)        Komponen yang mengambil output dari penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana drainase/pengendalian banjir, pembuangan air kotor/sanitasi, dan pembuangan sampah.
3)        Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil output. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: prasarana jalan dan telepon.

Proyek Prioritas di Indonesia
Untuk memudahkan tercapainya aspek kehidupan masyarakat Indonesia, suatu perencanaan pembangunan memerlukan penetapan tahapan-tahapan berikut prioritas pada setiap tahapan, yang bertolak dari sejarah, karakter sumber daya yang kita miliki dan tantangan yang sedang dihadapi. Hingga saat ini, tetap dipandang perlu adanya tahapan jangka panjang, jangka menengah, maupun tahunan untuk mencapai tujuan universal maupun tujuan khusus dari pembangunan nasional NKRI.
Berikut merupakan status terakhir proyek prioritas dari Komite Percepatam Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP):

Gambar 2.1 Wilayah Proyek Prioritas KPPIP


1)        Jalan dan Jembatan
·               Jalan Tol Balikpapan – Samarinda
·               Jalan Tol Manado – Bitung
·               Jalan Tol Panimbang – Serang
·               15 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera
·               Jalan Tol Probolinggo – Banyuwangi
§    Jalan Tol Yogyakarta – Bawen
2)        Pelabuhan
·               Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung
·               Pelabuhan Hub Internasional Bitung
·               Pelabuhan Patimban
§    Inland Waterways atau Cikarang-Bekasi-Laut Jawa (CBL)
3)        Minyak dan Gas
·               Kilang Minyak Bontang
·               Kilang Minyak Tuban
·               Revitalisasi 5 Kilang Minyak Eksisting (RDMP) (Balikpapan, Cilacap, Balongan, Dumai, Plaju)
·               Lapangan Abadi WK Masela
·               Lapangan Unitisasi Gas Jambaran – Tiung Biru
·               Indonesian Deepwater Development (IDD)
§    Pengembangan Tangguh Train 3
4)        Air dan Sanitasi
·               Pengolahan Air Limbah Jakarta
·               SPAM Semarang Barat
·               National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A
·               SPAM Jatiluhur
§    SPAM Bandar Lampung
5)        Kereta Api
·               Kereta Api Ekspres SHIA
·               Kereta Api Makassar – Parepare
·               Kereta Api Kalimantan Timur
§    Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum di wilayah Provinsi DKI Jakarta
6)        Tenaga Listrik
·               Central Java Power Plant (CJPP) / PLTU Batang
·               Central – West Java Transmission Line 500 kV (4 Provinsi)
·               PLTU Mulut Tambang (5 Provinsi)
·               Transmisi Sumatera 500 kV
·               PLTU Indramayu
·               Energi Asal Sampah 8 Kota Besar
§    PLTGU (16 Provinsi)
7)        Transportasi Perkotaan
·               MRT Jakarta (Jalur Utara – Selatan)
·               Light Rail Transit (LRT) Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi
§    Light Rail Transit (LRT) di Provinsi Sumatera Selatan
8)        Teknologi Informasi
·               Palapa Ring Board

2.2         Kebijakan pemerintah dalam bidang infrastruktur
Sesuai dengan kerangka umum pembangunan infrastruktur RPJMN 2015-2019, Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman dititikberatkan pada:
1)        Penyediaan pelayanan dasar, termasuk dalam mendukung aksesibilitas daerah perbatasan dan tertinggal, serta meningkatkan keselamatan transportasi.
2)        Infrastruktur mendukung sektor unggulan, melalui pembangunan konektivitas dengan tol laut sebagai tulang punggung serta pembangunan jaringan serat optik, untuk mendukung kawasan pertanian, industri dan pariwisata.
3)        Infrastruktur perkotaan, termasuk pengembangan angkutan umum masal dan pengembangan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung pengembangan smart city.

Gambar 2.2 Kerangka Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur membutuhkan dana yang sangat besar dengan kebutuhan investasi 2015-2019 sekitar Rp4.796 Triliun, sedangkan anggaran pemerintah (APBN dan APBD) hanya dapat menutupi sekitar 41,3% dari kebutuhan tersebut. Paradigma baru pendanaan infrastruktur adalah menjadikan APBN/APBD sebagai sumberdaya terakhir (last resource). Pendanaan infrastruktur diutamakan melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) serta Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebagaimana diatur di dalam Perpres Nomor 38/2015.

Gambar 2.3 Paradigma Baru Kerangka Pendanaan Infrastruktur

Pada tahun 2018, pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan proyek yang telah disiapkan dengan skema KPBU pada tahun sebelumnya serta menambah proyek-proyek KPBU yang baru. Dengan dukungan peraturan perundang-undangan terkait KPBU yang telah memadai diharapkan inisiasi-inisiasi baru proyek KPBU baik untuk infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur sosial terus bermunculan. Untuk mendorong hal tersebut, perlu dilakukan pemrioritasan proyek melalui penyusunan kajian awal prastudi kelayakan yang komprehensif. Sebagai upaya untuk mendorong pemrioritasan proyek tersebut, langkah yang perlu dilakukan pemerintah antara lain:
1)        Menyediakan fasilitasi pendampingan penyusunan kajian awal prastudi kelayakan untuk sekurang-kurangnya 6 proyek yang meliputi infrastruktur ekonomi dan sosial.
2)        Meningkatkan koordinasi dengan mengoptimalkan Kantor Bersama KPBU Republik Indonesia.
3)        Menyelenggarakan peningkatan kapasitas SDM aparatur negara dan konsultan melalui kerjasama dengan instansi terkait.
4)        Mencari sumber-sumber pembiayaan dalam penyiapan proyek KPBU agar proyek KPBU dapat distrukturkan dan dapat dipromosikan dengan baik sehingga dapat menarik minat investor.
5)        Menyusun daftar rencana KPBU dan alat-alat bantu penyiapan proyek KPBU untukmempercepat pemerintah dalam implementasi KPBU di Indonesia.
Selain dengan skema KPBU, pemerintah berkomitmen untuk mendorong innovative financing melalui Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). PINA merupakan skema pembiayaan dengan memanfaatkan sumber-sumber dana jangka panjang seperti dana pension dan asuransi. Pemerintah berperan sebagai penghubung serta fasilitator untuk melakukan konsolidasi dana jangka panjang yang kemudian diarahkan untuk pembiayaan proyek investasi. Pemerintah telah menunjuk Menteri PPN/Kepala Bappenas sebagai Koordinator PINA. Penunjukan ini masih sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2015 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPresiden Nomor 20 Tahun 2016. Perpres ini menyatakan bahwa Bappenas memiliki fungsi untuk pengkoordinasian, fasilitasi dan pelaksanaan pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta pengalokasian dana untuk pembangunan bersama instansi terkait. Dalam menjalankan tugasnya sebagai koordinasi PINA, Menteri PPN/Kepala Bappenas melakukan koordinasi, fasilitasi dan intermediasi dengan para pemangku kepentingan yang terlibat. Untuk mempermudah proses dan pelaksanaan fasilitasi ini, akan disusun Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas yang akan mengatur tata cara pelaksanaan fasilitasi PINA.

Arah Kebijakan dan Sasaran Umum
Arah kebijakan Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman tahun 2018, adalah sebagai berikut:
1)        Pengembangan aksesibilitas pada kawasan perbatasan dan tertinggal melalui penyediaan infrastruktur dan layanan transportasi. Penyediaan infrastruktur transportasi diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan dan tertinggal, serta memudahkan akses bagi pelayanan dasar lainnya seperti kesehatan dan pendidikan.
2)        Pengembangan konektivitas untuk mendukung pusat pertumbuhan ekonomi, jalur utama logistik, dan integrasi antarmoda dalam rangka mendorong pengembangan wilayah strategis. Pengembangan wilayah strategis di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menekan disparitas antar wilayah dan memperlancar mobilisasi barang.
3)        Infrastruktur mendukung sektor unggulan, melalui pembangunan konektivitas dengan tol laut sebagai tulang punggung, untuk mendukung kawasan pertanian, industri dan pariwisata.
4)        Pemeliharaan infrastruktur transportasi (jalan, kereta api, dermaga penyeberangan, bandara, dan pelabuhan) untuk menjaga kondisi dan kualitas layanan transportasi. Dalam rangka memperbaiki tata kelola dan manajemen pemeliharaan jalan daerah untuk mendukung kebijakan peningkatan konektivitas nasional, pada tahun 2018 akan dikembangkan skema pendanaan hibah jalan daerah yang bersumber dari Rupiah Murni (APBN). Disamping pelaksanaan program hibah jalan daerah yang bersumber dari hibah Pemerintah Australia (DFAT/Program PRIM).
5)        Pengembangan transportasi perkotaan (pengembangan jalan perkotaan dan pengembangan angkutan massal perkotaan) untuk mendorong efisiensi mobilitas perkotaan dan mengurangi berbagai eksternalitas negatif (kemacetan, kerugian bahan bakar, kerugian waktu, dan pencemaran lingkungan).
6)        Pemerataan pembangunan infrastruktur TIK khususnya di daerah perbatasan dan tertinggal, serta memastikan utilisasi TIK di sektor e-Government, e-Kesehatan, e-Pendidikan, e-Logistik dan e-Commerce.




Sasaran Umum
Sasaran umum Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas dan Kemaritiman sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4 Sasaran Umum Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman dalam RPJM 2015-2019
Gambar 2.5 Sasaran Umum Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman dalam RPJM 2015-2019 (Lanjutan)

Program Prioritas
Prioritas Nasional pembangunan Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman mencakup dua program prioritas, yaitu:
1)        Pengembangan sarana dan prasarana transportasi (darat, laut, udara, dan intermodal.
2)        Pengembangan telekomunikasi dan informatika.
Gambar 2.6 Program Prioritas dalam Mendukung Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman

Kegiatan Prioritas
Kegiatan prioritas yang mendukung Program Prioritas Pengembangan Sarana dan Prasarana Transportasi (Darat, Laut, Udara dan Intermoda) mencakup tiga kegiatan, yaitu:
1)        Aksesibilitas.
2)        Konektivitas.
3)        Transportasi Perkotaan.
Kegiatan Prioritas Aksesibilitas berfokus pada kegiatan pengembangan dan pembangunan transportasi  yang mendukung kawasan perbatasan dan daerah tertinggal meliputi penyediaan dan pengembangan transportasi darat, angkutan penyeberangan dan poros penghubung, pelabuhan, jalan akses dan jalan paralel perbatasan, bandar udara, serta subsidi operasi dan pelayanan transportasi keperintisan di kawasan perbatasan dan daerah tertinggal. Kegiatan Prioritas Konektivitas fokus kepada kegiatan pembangunan untuk mendukung jalur utama logistik dan pusat-pusat pertumbuhan seperti kawasan pertanian produktif, kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, serta kawasan strategis pariwisata nasional. Selain itu, kegiatan prioritas tersebut juga menekankan pengembangan integrasi antarmoda dalam rangka meningkatkan konektivitas. Kegiatan Prioritas Konektivitas meliputi:
1)        Pengembangan dan pembangunan moda transportasi darat (jalan, kereta api, dan angkutan sungai dan penyeberangan), laut, dan udara.
2)        Integrasi antarmoda.
3)        Pengembangan tol laut melalui pembangunan dan pengembangan pelabuhan-pelabuhan strategis.
Kegiatan Prioritas Transportasi Perkotaan memiliki fokus pengembangan transportasi perkotaan yang berkelanjutan dan efisien melalui pengembangan angkutan massal perkotaan dan pengembangan jaringan jalan perkotaan. Kegiatan Prioritas Transportasi Perkotaan meliputi:
1)        Pembangunan dan pengembangan angkutan massal perkotaan yang berbasis busdan rel.
2)        Peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan jalan perkotaan.
3)        Penerapan manajemen sistem transportasi.
4)        Penguatan integrasi kelembagaan transportasi.

Gambar 2.7 Kegiatan Prioritas dalam Mendukung Prioritas Nasional Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman

Adapun kegiatan, sasaran, target dan lokasi program prioritas dijabarkan dalam tabel berikut:
Gambar 2.8 Sasaran Program Prioritas Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman dalam RKP 2018

3.             Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah Negara Indonesia. Perencanaan tersebut dibuat oleh pemerintah yang berisi tentang perencanaan penerimaan dan pengeluaran yang akan dipergunakan negara selama satu tahun (terhitung 1 Januari-31 Desember). Perencanaan tersebut harus disetujui oleh DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat setelah dibuat untuk dilaksanakan.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang - undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat.
Pendapatan yang diterima oleh suatu negara akan dirinci dan selanjutnya akan dibuat pengalokasian pada keperluan belanja negara. Hal tersebut diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan dana untuk keperluan-keperluan dalam hal pembangunan dan kemajuan negara. Pengelolaan APBN yang baik akan menjadi kunci keberhasilan pencapaian kesejahteraan masyarakat negara tersebut. Untuk itu diperlukan komitmen, konsisten, dan tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan APBN tersebut.

3.1         Fungsi dan peran APBN
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan sila ke 5 dari Pancasila dan UUD 1945. APBN memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1)        Fungsi otorisasi
Anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

2)        Fungsi perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut.
3)        Fungsi Pengawasan
Anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
4)        Fungsi alokasi
Anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5)        Fungsi distribusi
Kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6)        Fungsi stabilisasi
Anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

APBN juga memiliki peran sebagai alat penstabilisasi ekonomi, yaitu:
1)        Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
2)        Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3)        Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
4)        Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatasi.
5)        Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri.

3.2         Struktur dan susunan APBN
Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah menguba komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics (GFS).
1)        Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaan anggaran,jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan.
Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen/lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.
2)        Belanja Negara
Belaja negara terdiri atas dua jenis, yaitu:
a.             Belanja pemerintah pusat, adalah belanja yangdigunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Belanja pemerintah pusat dapat di kelompokkan menjadi:
·                Belanja pegawai,
·                Belanja barang,
·                Belanja modal,
·                Pembiayaan bunga utang,
·                Subsidi BBM dan subsidi non-BBM,
·                Belanja hibah,
·                Belanja sosial (termasuk penangulangan bencana), dan
·                Belanja lainnya.
b.             Belanja daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi:
·                Dana bagi hasil
·                Dana alokasi umum
·                Dana alokasi khusus
·                Dana otonomi khusus
3)        Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan  dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
4)        Pembiayaan
Pembiayaan disini meliputi:
·               Pembiayaan dalam negeri, meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
·               Pembiayaan luar negeri, meliputi penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek.
·               Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan monatorium.

3.3         Prinsip-prinsip dalam APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.         Prinsip anggaran berimbang, yaitu sisi penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, defisit anggaran ditutup bukan dengan mencetak uang baru, melainkan dengan pinjaman luar negeri.
b.         Prinsip dinamis
·              Anggaran dinamis absolut, yaitu peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan dapat tercapai.
·              Anggaran dinamis relatif, yaitu semakin kecilnya persentase ketergantungan pembiayaan terhadap pinjaman luar negeri.
c.         Prinsip fungsional, yaitu pinjaman luar negeri hanya untuk membiayai pengeluaran pembangunan, bukan untuk membiayai pengeluaran rutin. Semakin dinamis anggaran dalam pengertian relatif, semakin baik tingkat fungsionalitas terhadap pinjaman luar negeri.

Asas yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara meliputi:
1)        Asas kemandirian, artinya pembiayaan negara didasarkan atas kemampuan negara, sedangkan pinjaman luar negeri hanya sebagai pelengkap.
2)        Asas penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
3)        Asas penajaman prioritas pembangunan, artinya mengutamakan pembiayaan yang lebih bermanfaat.
Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pendapatan adalah sebagai berikut:
1)        Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2)        Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, sewa dalam pemakaian barang-barang milik negara.
3)        Penutupan ganti rugi dari kerugian yang diterima oleh negara dan denda yang sudah dijanjikan.

Prinsip penyusunan APBN berdasarkan dari aspek pengeluaran negara:
1)        Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dari kebutuhan teknis yang telah diisyaratkan.
2)        Terarah, terkendali sesuai dari rencana program/kegiatan.
3)        Semaksimal mungkin dalam penggunaan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan dari segi kemampuan/potensi nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Wiwid. 2015. Peran APBN dalam Perekonomian Indonesia. http://sarinahwiwid.blogspot.com/2015/07/peran-apbn-dalam-perekonomian-indonesia.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Anonim. 2018. Pengertian Infrastruktur, Sistem dan juga Komponennya. http://www.radarplanologi.com/2015/10/apa-itu-infrastruktur.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Anonim. 2018. Pengertian Pembangunan Nasional Beserta Tujuan, Visi Misi, Sasaran, Hakikat. https://www.sekolahpendidikan.com/2017/06/pengertian-pembangunan-nasional-beserta.html#. (diakses pada 26 oktober 2018)
Ahyan, Azanul. 2018. Hakikat Pembangunan Nasional. https://azanulahyan.blogspot.com/2017/03/hakikat-pembangunan-nasional.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Azhari, Adri Aswin. 2014. Stuktur dan Susunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). http://layarasdos.blogspot.com/2014/06/struktur-dan-susunan-apbn.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019 Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Jakarta.
Bagusprahutdi. 2012. Bentuk dan Jenis Kontrak Berdasarkan Aspek Pembagian Tugas. https://sastrasipilindonesia.wordpress.com/category/aspek-hukum-dalam-pembangunan/. (diakses pada 26 oktober 2018)
Bitar. 2018. Pembangunan Nasional : Pengertian, Hakikat, Dan Prinsip Beserta Tujuannya Lengkap. https://www.gurupendidikan.co.id/pembangunan-nasional-pengertian-hakikat-dan-prinsip-beserta-tujuannya-lengkap/. (diakses pada 26 oktober 2018)
Darman, Syarif. 2015. Dasar Hukum Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran. http://darmansyarif.blogspot.com/2015/02/dasar-hukum-perencanaan-pembangunan-dan.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Prioritas. 2018. Proyek Prioritas. https://kppip.go.id/proyek-prioritas/. (diakses pada 26 oktober 2018)
Maulana, Rizkie. 2015. Perencanaan Pembangunan dalam UU No. 25 Tahun 2004. http://rizkie-library.blogspot.com/2015/09/perencanaan-pembangunan-dalam-uu-no-25.html. (diakses pada 26 oktober 2018)
Republik Indonesia. 2017. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Penerintah (RKP) Tahun 2018. Jakarta
Wawan S, I Putu. 2012. Ancaman Pemutusan Kontrak Kerja CV. REZEKI DINDA dan CV. JAYA AGUNG SAKTI. Malang.
Wikipedia bahasa Indonesia. 2016. Pembangunan Nasional Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_nasional_Indonesia. (diakses pada 26 oktober 2018)