Kedaulatan NKRI
meliputi wilayah darat, laut dan udara.
Kedaulatan wilayah nkri telah diatur oleh Undang-Undang No. 43 Tahun
2008, Ruang wilayah negara meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara.
Namun kedaulatan NKRI sering diabaikan dengan banyaknya kasus pelanggaran batas
wilayah baik itu yang di darat, laut maupun udara. Kita sering mendengar
kasus-kasus pelanggaran perbatasan perairan dimana kapal asing masuk ke dalam
wilayah perairan NKRI. Hal ini tentunya cukup meresahkan, bisa saja mereka
memata-matai Indonesia untuk dapat menyusup ke wilayah NKRI. Untungnya
pengamanan wilayah perairan Indonesia cukup baik. Banyak dari kapa-kapal asing
yang melanggar perbatasan dan mengambil kekayaan bawah laut Indonesia yang
diledakkan sebagai isyarat bahwa NKRI memiliki kedaulatan mutlak yang harus di
hormati oleh negara-negara lain. Bukan hanya pada wilayah laut saja indonesia
harus berwaspada. Karena wilayah udara cukup rawan untuk terjadi pelanggran. Banyak
pesawat-pesawat asing yang membawa awak militer melanggar perbatasan udara.
Wilayah udara
sebenarnya lebih rawan untuk disusupi oleh mata-mata asing. Mereka dapat dengan
mudah memantau wilayah NKRI dari udara. Lebih buruk lagi akan terjadi hal yang
tidak diinginkan berupa serangan udara. Sesuai dengan ketentuan Konvensi
Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, Pasal 1 disebutkan bahwa
“every State has complete and exclusive sovereignity over the airspace
above its territory.Pasal
5 Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyebutkan negara
Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia. Ruang
udara mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu negara, salah satunya
dilihat dari aspek integritas wilayah dan keamanan nasional, yang harus di
dayagunakan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu TNI
harus waspada dan berhati-hati terhadap ancaman NKRI yang dapat datang dari
wilayah darat, laut maupun Udara. Karena ancaman tersebut dapat membahayakan
kedaulatan NKRI. Seperti pada negara Turki yang menembaki pesawat milik rusia. Kita
tahu negara turki dengan rusia memiliki hubungan yang kurang baik. Militer
turki tidak segan untuk menembak pesawat milik rusia yang melanggar perbatasan
udara turki meski telah diberi peringatan. Begitupun dengan Indonesia, kita
perlu waspada akan setiap ancaman yang ada. Dan perlu mengambil tindakan tegas
kepada siapa saja yang telah melanggar kedaulatan wilayah NKRI. Berikut adalah salah satu contoh kasus pelanggran
perbatasan udara yang pernah terjadi.
Insiden Bawean 2003:
Ketika F-16 TNI AU Cegat Pesawat F-18 USAF Diatas Pulau Bawean
Tanggal 3 Juli 2003 silam, menjadi peristiwa yang paling
menegangkan dalam sejarah TNI Angkatan Udara. Untuk pertama kalinya, Indonesia
berhadapan dengan armada laut Amerika Serikat dan sempat menjadi sasaran tembak
jet tempur McDonnell Douglas F/A-18 Horne milik United States Navy
diatas wilayahnya sendiri.
Peristiwa ini bermula dari tertangkapnya pergerakan lima
pesawat AS di wilayah udara Indonesia oleh radar TNI AU. Kelima pesawat asing
ini melakukan formasi tempur. Namun belum sempat diidentifikasi, tiba-tiba
keberadaannya sempat menghilang dari radar.
Karena menghilang dari radar, maka kondisi ini membuat
Komando Sektor II Pertahanan Udara Nasional (Kosek II Hanudnas) dan Pusat
Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas) tak melaporkannya ke pusat.
Disini tampak terjadi kesalahan prosedur, walau pergerakan
lima pesawat asing di wilayah udara Indonesia kembali hilang dari radar,
seharusnya tetap melakukan laporan ke pusat komando.
F/A 18 Hornet milik US Navy
Selang tiga jam
kemudian, keberadaan lima pesawat asing tersebut kembali terpantau di radar.
Manuver itu membuat TNI AU bergerak cepat. pergerakan lima pesawat AS tersebut
dianggap mengganggu penerbangan internasional, ini berdasarkan keluhan dari
awak Bouraq Indonesia Airlines dan Mandala Airlines yang merasa
terganggu oleh kehadiran mereka.Ditambah lagi, penerbangan tersebut tidak
dilaporkan melalui ATC terdekat, alias penerbangan “gelap” pesawat tempur yang
patut dicurigai.Karena dianggap membahayakan, Panglima Komando Sektor
Pertahanan Udara Nasional II, Marsekal Muda Teddy Sumarno menerjunkan dua jet
tempur busutan General Dynamics F-16 Fighting Falcon guna
mengidentifikasi keberadaannya.Kedua pesawat ini diawaki Kapten Pnb Ian Fuadi
dan navigator Kapten Fajar Adrianto dengan sandi Falcon-1. Pesawat F-16
lainnya diawaki oleh Kapten Pnb Tony Heryanto dan Kapten Pnb Satriyo Utomo yang
bersandi Falcon-2.
Ketegangan di udara: F-16 TNI-AU menghadang
Kedua pesawat F-16 ini dibebankan satu misi, yakni
mengidentifikasi visual dan menghindari konfrontasi dengan penerbang Angkatan
Laut AS atau US Navy. Mereka juga diminta untuk tidak mengunci (lock on)
sasaran yang bisa menimbulkan provokasi.Guna menghindari serangan tak terduga,
F-16 TNI AU dilengkapi dua rudal AIM-9 P4 Sidewinder dan 450 butir amunisi kanon
kaliber 20 mm.Tanpa lama setelah lepas landas, dua pesawat F-16 TNI AU disambut
bak musuh oleh dua pesawat F-18 Hornet milik US Navy. Kedua Hornet tersebut
langsung menebar provokasi terhadap penerbang Indonesia.
Selain melancarkan jamming (mematikan komunikasi
audio) yang kemudian berhasil diantisipasi, mereka ternyata juga telah membidik
F-16 TNI AU. Keempat penerbang sadar posisi mereka antara hidup dan mati, namun
tugas tetaplah tugas.Ketegangan tak hanya dilakukan kedua Hornet, bahkan USS
Carl Vinson juga menerbangkan tiga pesawat serupa, hal itu diketahui saat kedua
F-16 TNI AU menyadari pesawat mereka telah terkunci.Namun, keduanya masih
memiliki kesempatan untuk membalas dengan melepas rudal sidewinder AIM-9 (rudal
yang ada di kedua ujung sayap) ke sasaran Hornet, tapi pilihan ini urung
dilakukan. “Menegangkan sekali. Mereka sudah mengunci (lock-on) pesawat
kami, tinggal menembak saja. Itu dapat dilihat pada layar (display) ada
tanda dan alarm bahaya bahwa kami sudah di-lock on,” ujar Kapten Ian
bersama Kapten Fajar pada Sabtu (5/7/2003) silam, menceritakan kisahnya di
Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun.
Berbagai manuver dilakukan penerbang TNI AU agar terlepas
dari penguncian. Mulai manuver penghindar seperti hard break ke kiri dan
ke kanan, atau zig-zagging yang bisa menyebabkan awaknya terkena efek
grafitasi hingga 9 G-Force, atau sembilan kali gravitasi tarikan Bumi. Manuver
ini adalah gerakan yang bisa melepaskan diri dari lock peluru kendali.“Namun,
selama itu posisi kami (Falcon-1 maupun Falcon-2) berada pada posisi
menguntungkan, bisa pula menembak mereka,” tambahnya. Meski begitu, mereka
tetap berupaya untuk tidak memprovokasi.
Setelah melakukan berbagai manuver, akhirnya Kapten Tonny
dan Kapten Satriyo memberikan isyarat berupa rocking the wing
(menggerak-gerakan sayap keatas dan kebawah), isyarat ini dilakukan untuk
menunjukkan mereka bukan ancaman bagi F/A 18 Hornet milik AS.Sekitar satu menit
kemudian, kedua F-16 berhasil berkomunikasi dengan kedua Hornet yang mencegat
mereka. Dari komunikasi singkat itu akhirnya diketahui bahwa mereka mengklaim
sedang terbang di wilayah perairan internasional. “We are F-18 Hornets from
US Navy Fleet, our position on international water, stay away from our warship
(Kami F-18 Hornet dari Armada Laut AS, posisi kami di perairan internasional,
menjauhlah dari kapal perang kami),” ancam pilot AS tersebut.
Di saat bersamaan, ternyata F/A 18 Hornet kembali membidik
kedua F-16 TNI AU dan siap menembakkan rudal kapan saja, sedangkan rekannya
mengamankan dari belakang. Beberapa kali keempat pilot berusaha menghindar
dengan melakukan hard break dengan kemiring hampir 90 derajat.Sementara,
posisi Falcon 2 yang diawaki Kapten Tonny-Kapten Satriyo juga menguntungkan
terhadap Hornet 2, namun dia enggan membalas dengan mengunci pesawat tersebut.
Mengingat misinya bukan bertempur, melainkan identifikasi.
Masih dalam nuansa tegang, penerbang F-16 kembali melihat
kapal perusak US Navy, dan langsung melaporkannya. Kontak ini terjadi pada
ketinggian 15.000 kaki dan berhasil menjauh dari bidikan lawan.Ketegangan
berlanjut ketika radar kembali menemukan manuver pesawat asing pada jarak 40
mil laut. Dibayangi peristiwa sebelumnya, keempat pilot TNI AU bertekat untuk
mendekat.Begitu berhadapan, lagi-lagi Hornet langsung melancarkan aksi jamming
dengan sikap bermusuhan, ditambah lagi mereka juga sudah mengunci pesawat F-16
dengan rudal Sidewinder.
Kapal Induk (super-carrier) USS Carl
Vinson (CVN-70) dan armada pendukungnya.
Perang elektronika atau electronic warefare
berlangsung selama tiga menit, padahal penerbang TNI AU mencoba berkomunikasi
namun Hornet AS terus berupaya mengubah frekuensi radio mereka.
“Begitu menangkap jamming mereka, kita pakai anti-jamming
yang juga memancarkan beberapa bands (gelombang) dari frekuensi radar
F-16. Dengan memakai mode auto, walaupun mereka berganti-ganti bands,
kita bisa mengikuti terus (mereka),” ungkap Komandan Skadron 3 Letkol Tatang
Herliansyah.
Perang tiga menit itu sempat terhenti ketika Kapten Ian
Fuady berhasil rocking the wing dan mengabari mereka bukanlah musuh.
“Hornet, Hornet, we are Indonesian Air Force (Hornet,
Hornet, kami Angkatan Udara Indonesia),” ujar Ian menengahi ketegangan.
“Indonesian Air Force, we are in international waters,
please stay away from our ships (Angkatan Udara Indonesia, kami berada di
perairan internasional, harap menjauh dari kapal kami),” pinta pilot F/A 18
Hornet.
Selain berhasil bertemu dengan Hornet, kedua F-16 TNI-AU
juga melihat sebuah kapal perang Fregat yang sedang berlayar ke arah timur.
Usai kontak, Hornet AS itu terbang menjauh sedang kedua F-16 TNI AU kembali ke
pangkalannya di Lanud Iswahjudi, Madiun.
The Nimitz-class aircraft carrier
USS Carl Vinson (CVN 70)
Pesawat berasal dari Kapal induk USS Carl Vinson (CVN-70)
Keempat pilot tempur F-16 TNI-AU tetap berusaha mengetahui
siapa yang melintasi perbatasan Indonesia. Ternyata, kelima pesawat yang
terdeteksi sebelumnya berasal dari Kapal Induk USS Carl Vinson (CVN-70),
yakni super-carrier kelas Nimitz yang sedang berlayar dari arah barat ke
timur bersama dua fregat dan sebuah kapal perusak Angkatan Laut AS.
Kapal induk ini mengangkut 100 pesawat tempur, 16 pesawat
pengintai, dan enam helikopter, diawaki oleh 3.184 kelasi dan perwira, 2.800
pilot, serta 70 personel lainnya.
Dari hasil pantauan TNI AU, konvoi kapal perang AS yang
berada di sekitar Pulau Bawean ini berkecepatan 20 knot dan tengah menuju Pulau
Madura dan Kangean 12 jam kemudian.
Kapal Induk (super-carrier) USS Carl
Vinson (CVN-70), dari kelas Nimitz. (wikimedia)
Pulau Bawean yang terletak pada kordinat 05°48′06.6″S
112°38′53.9″E (lihat peta via satelit) ini, terletak di utara Pulau Jawa atau di tengah-tengah
Laut Jawa yang otomatis berada diantara Pulau Jawa dan Kalimantan.
Itu artinya, bahwa Pulau Bawean berada ditengah-tengah
wilayah Indonesia. Pulau Bawean masuk dalam Kabupaten Gresik dan merupakan
bagian dari provinsi Jawa Timur.
Guna keperluan diplomatik, TNI AU kembali mengirimkan
pesawat lainnya untuk memantau pergerakan mereka, yakni pesawat intai Boeing
737 Surveiller.
“Kami kirim pesawat intai Boeing 737 Surveiller ke
daerah itu dan benar pada pukul tujuh pagi pesawat pengintai menjumpai iringan
kapal induk, sebuah kapal perusak dan dua kapal fregat menuju ke Selat Lombok,”
ungkapnya.
Jawaban yang diperoleh tetap sama, armada kapal perang AS
tersebut tetap beranggapan bahwa mereka berada di perairan internasional. Pada
kesempatan itu, mereka tetap memfoto kapal induk USS Carl Vinson, kedua fregat,
dan kapal perusak AS. Pengintaian ini dikawal ketat oleh dua F/A 18 Hornet AL
AS.
Pesawat intai Boeing 737 Surveiller
TNI-AU
Indonesia protes keras ke AS
Dari foto-foto tersebut, pemerintah akhirnya melancarkan
protes ke AS karena memasuki perairan Indonesia tanpa izin. Dari analisa TNI
AU, kapal-kapal itu datang dari utara lalu belok masuk ke ALKI-1 dan
melaksanakan pelatihan tempur selama beberapa jam di barat laut Pulau Bawean.
Dugaan lainnya, konvoi datang dari Selat Malaka atau Selat
Sunda. Diperkirakan, setelah melewati Selat Lombok, kemungkinan konvoi tersebut
meneruskan pelayarannya ke Australia atau langsung ke Samudera Pasifik.
Kejadian ini memberikan latihan berharga bagi empat
penerbang TNI AU dalam “insiden Bawean”, di mana perang elektronika bisa saja
membuat nyawa mereka melayang. Namun dengan keberanian, mereka tetap berusaha
melawan dan berusaha berkomunikasi meski kecil kemungkinannya. (IndoCropCircles.com
/ berbagai sumber)
Tanggapan:
Pada kasus diatas
dilatarbelakangi oleh masuknya pesawat militer milik amerika serikat F/A 18
Hornet ke wilayah NKRI tanpa adanya izin. Tentunya hal tersebut cukup membahayakan
apalagi pesawat milik Amerika tersebut sempat melakukan serangan. Tindakan yang
telah dilakukan oleh pihak Amerika sangatlah tidak beretika, tindakan mereka
dapat membahayakan warga sipil yang ada di Bawean, meskipun hal tersebut
merupakan pertempuran di udara. Pihak Indonesia sudah tepat dalam mengambil
keputusan. Perlu adanya tindakan lebih lanjut akan tindakan Amerika yang
memasuki wilayah NKRI dengan semena-mena. Apapun alasan yang dikatakan oleh
pihak Amerika sangatlah tidak masuk akal. Sangat jelas bahwa pesawat Amerika
tersebut telah melanggar kedaulatan NKRI . maka perlu di beri hukuman atas
pelanggaran yang telah dilakuakan oleh pihak Amerika. Agar hal tersebut tidak
akan terjadi di masa yang akan datang. Setiap negara perlu menghormati setiap
kedaulatn yang dimiliki oleh negara lain.